Selasa, 01 Januari 2008

Jajak Pendapat tentang Ahlul Bayt

Jajak Pendapat tentang Ahlul Bayt

Abdullah Busthany Isma’ili

Ketua Umum Madrasah Karbala’ Sorong

ADA seorang sayyid asal Sorong, saya mengenalnya di Jakarta ketika dia ujug-ujug menantang saya bermubahalah. Namun, saya ingatkan dia bahwa saya adalah pengikut ahli mubahalah (Ahlul Bayt), dan bahwa kami senantiasa merayakan Idul Mubahalah (24 Dzulhijjah). Boleh jadi karena itu, dia mundur. Saya pikir masalah ini telah selesai.

Istri saya mengajak saya ke Sorong dengan harapan mulia. Di Sorong, pada awalnya, seorang sayyid lain sangat baik dengan saya. Namun kemudian dia berkata, “Anda punya madzhab Ahlul Bayt, kita berbeda dunia-akhirat.” Dan dia pun berubah. Segera saya pastikan bahwa itu semua terjadi lantaran kunjungan mendadak dari si sayyid yang menantang saya bermubahalah tadi. Selanjutnya saya dan istri saya dikepung oleh sejumlah sayyid hanya karena kami mencintai dan mengikuti Ahlul Bayt. Akhirnya sebuah tamparan telak ke wajah saya karena Ahlul Bayt!

Membanggakan. Sekaligus menyedihkan, terutama bagi istri saya. Dia terlanjur berharap, meski tidak sempat membawah oleh-oleh dari Jakarta, setidaknya dia membawa Ahlul Bayt, dan kaum-kerabatnya akan menyambutnya. Ternyata tidak. Saya pun meneliti beberapa jurus dan sampailah saya kepada kesimpulan bahwa orang-orang ini telah mengetahui Ahlul Bayt sejak awal 80-an melalui Sayyid Abdullah al-Jufri (alm).

Saya pun membesarkan hati istri saya. “Zaman ini adalah zaman Ahlul Bayt,” kata saya menghiburnya. Dan kami pun mencoba menengok ke luar.

Saya mengajar di Universitas al-Amin (Unamin) milik Muhammadiyah. Mereka bersikap baik terhadap saya. Rektor mengizinkan saya untuk membuat Olimpiade Sains dan Teknologi 2006. Meskipun tidak mencapai target, beberapa mahasiswa sempat mengikuti kuliah Revolusi Belajar dimana Ahlul Bayt merupakan simetri (symmetry). Beberapa mahasiswa mengalami lompatan kecerdasan. Sayangnya, tak satu pun dari mereka yang condong untuk menjadi pengikut Ahlul Bayt. Namun, melalui acara itulah saya bertemu dengan beberapa pengikut Ahlul Bayt. Dari mereka saya peroleh informasi bahwa Sorong tidak mengenal Ahlul Bayt. Ada rasa putus asa.

Istri saya malah terang-terangan meminta agar kami harus segera kembali ke Jakarta. Beruntung ada kasus poligami Aa Gym. Maka saya pun berkesempatan memberi “nasehat”. Saya menulis di Fajar Papua. Beberapa orang mengucapkan terima kasih. Juga untuk tulisan-tulisan saya yang lain. Saya pernah menulis tentang Teologi Bencana. Anehnya, tak ada satu pun yang memberikan komentar atau bertanya tentang Ahlul Bayt yang merupakan simetri dari tulisan-tulisan saya itu.

Tetapi saya masih dapat menghibur istri saya. Kata saya, “Boleh jadi hanya di Sorong inilah kita dapat menulis gamblang tentang Idul Ghadir, Idul Mubahalah, dan Asyura’.” Istri saya hanya menjawab, “Ya, meskipun Tuan bermonolog.”

Maka di Idul Ghadir dan Idul Mubahalah tahun ini saya harus mencari bahan lain untuk menghibur istri saya. Kebetulan saya mengajar statistika dan komputasi, pelajaran yang tidak disukai oleh mahasiswa saya. Alih-alih mengajar, saya lebih sering bercerita. Seorang teman saya berkata, “Seorang profesor sejarah di Universitas Pattimura berkata bahwa Muhammad saw dan Yesus as itu bersaudara.” Saya pun menulisnya di koran dan kemudian meminta para mahasiswa saya (mayoritas Kristiani) untuk melakukan jajak pendapat, “Percayakah Anda bahwa Muhammad saw dan Yesus as itu bersaudara?” Dan hasilnya mencengangkan: 25 % percaya, 50% ragu-ragu, dan 25% sisanya tidak percaya.

Saya ajari mahasiswa saya mengenai SQL di dalam database. Untuk datanya, saya minta mereka menyebarkan angket dengan aneka rupa pertanyaan mengenai Ahlul Bayt. Kemudian, dengan SQL, saya minta mereka menampilkan beberapa hal. Misalnya, “Berapa persen yang mengaku mencintai Ahlul Bayt tetapi tidak tahu bagaimana nasib Fathimah Zahra’ as?” Atau, “Berapa persen yang percaya bahwa Rasulullah saw murka atas perlakuan sadis terhadap hewan tetapi ragu bahwa beliau saw murka terhadap pembunuhan al-Husain as?” Praktis semuanya mendapatkan hasil hampir 100%! Sedikit demi sedikit mereka menangkap makna bahwa hasil-hasil ini kontradiksi. Mereka heran dan bertanya-tanya. Tapi saya lebih heran mengapa mereka tidak bertanya kepada diri mereka sendiri.

Namun, bagaimanapun juga, saya telah memperoleh sebuah motivasi bahwa angka-angka juga penting untuk menyampaikan pesan-pesan Ahlul Bayt. Itulah sehingga saya mohon kerelaan istri saya agar, pada Idul Ghadir dan Idul Mubahalah kali ini, saya akan rayakan dengan melakukan jajak pendapat mengenai Ahlul Bayt.

Istri saya tertarik. Dia lah yang pertama kali mengirim sms kepada sejumlah temannya, “Apakah Anda yakin bahwa Ahlul Bayt disebutkan di dalam al-Qur’an?” Hasilnya, 95% menjawab tidak. Kemudian dia mengirim ayat Tathhir (QS. 33:33) dan beberapa hari kemudian mengirim lagi pertanyaan yang sama. Hasilnya: 100% ya!

Kali lain dia mengirim sms, “Apakah Anda yakin bahwa mencintai Ahlul Bayt itu wajib?” Hasilnya: 5% tidak yakin, 63% ragu-ragu, sisanya 32% yakin. Kemudian dia mengirim ayat al-Mawaddah (QS. 42:23), dan hasilnya berubah drastis: 97% yakin!

Kini, kami sedang menyiapkan angket berisi 30 pertanyaan. Target kami kiranya dapat meraih paling sedikit 500 koresponden. Beberapa teman Kristiani pun telah bersedia untuk menjadi koresponden sekedar sebagai pembanding. Sesungguhnya, jajak pendapat ini tidaklah mementingkan angka-angka dan perubahannya, melainkan mengecek sejauh mana kualitas dan perkembangan logika serta kepekaan perasaan mereka. ***

3 komentar:

EMC mengatakan...

Salawat

FazaF Community mengatakan...

ALLAHUMSOLIALLAMUHAMMAD WA'ALI HUHAMMAD

FazaF Community mengatakan...

ALLAHUMMASOLIALLAMUHAMMAD WA'ALI MUHAMMAD