Selasa, 01 Januari 2008

Kenabian Muhammad saw dan Ketuhanan Kristus as

Kenabian Muhammad saw dan Ketuhanan Kristus as

Abdullah Busthany Isma’ili

Dosen FT-Unamin Sorong, Ketua Umum Madrasah Karbala

MENGAPA perlu dialog agama? Dari sudut logika, pengakuan bahwa setiap agama itu benar bagi penganutnya mengimplikasikan bahwa agama lain itu salah. Dengan demikian, umat agama lain menjadi sasaran da’wah, dan dialog diarahkan untuk mengintervensi agama lain. Dalam sejarah klasik, intervensi bahkan terjadi dalam bentuk perang atas nama agama. Nah, dialog adalah kreasi peradaban modern sehingga sering pula disebut dialog peradaban. Orang-orang tertentu malah memandang dialog sebagai upaya penyatuan tema-tema sentral agama. Hal ini mulai disadari setelah kekuasaan politik menguat dari dalam istana sementara kekuasaan agama menyusut ke dalam gereja / masjid.

Pada dialog baru-baru ini di MetroTV, ketika ditanya mengenai perbedaan antara Islam teroris dan Islam (sejati), seorang pejabat AS menjawab, “Kami mengetahui perbedaan itu secara baik.” Setidaknya itulah alasan mengapa AS menginvasi Iraq. Memang, AS menuai kritik. Tetapi pejabat itu berkilah sederhana, “Setidaknya Anda (Indonesia) tidak sanggup mengatasi konflik antara Islam sunni dan Islam syi’ah.”

Pejabat itu memang berpikir umum atas masalah khusus. Namun, secara empiris, akan tampak benar apabila kita mencermati bagaimana pemerintah mengatasi kasus Ahmadiyah. Pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin baru-baru ini patut dicermati, “Saya menyangsikan keterlibatan ormas-ormas Islam di dalam aksi anarkis terhadap Ahmadiyah.” Pernyataan ini setidaknya merupakan tanggapan positif atas pernyataan para pemimpin agama sebelumnya bahwa “kerukunan hidup beragama di antara rakyat yang menganut berbagai agama dan aliran kepercayaan merupakan tonggak utama persatuan bangsa Indonesia”.

***

MENARIK untuk kita cermati Ahmadiyah. Aliran ini muncul dari Islam sunni, seperti Isma’iliyah bagi syi’ah. Aliran Isma’iliyah berkeyakinan bahwa kenabian tidak terputus. Menurut mereka, Muhammad saw adalah nabi yang mewariskan tujuh orang imam dimana imam yang ketujuh adalah al-mahdi. Dalam hitungan mereka, Imam Ja’far al-Shadiq as adalah imam keenam sehingga putranya yang bernama Isma’il adalah al-mahdi. Ubaidillah putra Isma’il kemudian diyakini sebagai nabi.

Yang disebut Islam adalah meyakini bahwa Muhammad saw adalah Nabi dan Rasul terakhir. Oleh karena itu, syi’ah tidak sedikit pun ragu bahwa Isma’iliyah bukanlah bagian dari Islam. Sayangnya, setiap kali membicarakan syi’ah, sunni senantiasa mengaitkan dengan Isma’iliyah, suatu pendekatan yang benar-benar memojokkan syi’ah sendiri. Inilah yang pada gilirannya menyulitkan sunni dalam kasus Ahmadiyah.

Seorang teman di Sorong baru-baru ini mengkaji mengenai syi’ah. Dia membaca dari kajian kritis Quraisy Shihab dimana beliau menyimpulkan bahwa sunni dan syi’ah tidak pernah bersatu, sekali sunni tetap sunni, demikian sebaliknya. Saya sarankan kepadanya untuk membaca lagi buku Shihab itu secara lebih kritis. Beberapa hari kemudian dia berkata, “Ya, Quraisy Shihab tidak sunni tidak juga syi’ah.” Artinya? Shihab punya madzhab (agama) sendiri! Memang, munculnya madzhab-madzhab di dalam setiap agama demikian adanya: alih-alih melakukan kajian kritis, hasilnya malah memunculkan madzhab sendiri.

Dan apanya yang menarik? Yaitu bahwa setiap pendiri madzhab telah bertindak sebagai seumpama seorang nabi. Setiap madzhab merasa yang paling benar dan asli, yang artinya tiada satu pihak pun yang benar-benar asli. Yang ada hanyalah (tuduhan) “aspal”. Semuanya berbeda, berseberangan, dan saling menyerang. Untungnya, kekuasaan negara telah memainkan peranan mempersatukan. Salah satu di antaranya adalah munculnya madzhab Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah yang senantiasa dekat dengan penguasa negara.

***

KEASLIAN ajaran Muhammad saw didekonstruksi oleh berbagai klaim madzhab Islam di satu pihak, sementara, di pihak lain, diancam oleh tuduhan kenabian palsu dari sebagian kalangan Kristen. Beliau saw “diapit” oleh dua kekuatan raksasa ini. Persis seperti Kristus as yang juga diapit oleh Islam dan Yahudi. Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul diperdebatkan. Sama seperti ketuhanan Kristus as yang juga diperdebatkan.

Baru-baru ini seorang saudara Kristiani berkata, “Saya belum menemukan di dalam Alkitab bahwa Yesus itu Allah.” Dia seorang Protestan yang, karena itu, dapat memahami mengapa Katholik yang membedakan antara Allah, Putra, dan Ruh Kudus. Maka saya pun menjelaskan.

Bahwa Allah adalah Nama dari Dzat yang dirujuk sebagai Tuhan itu sendiri. Namun demikian, kata Tuhan dalam Islam perlu dibedakan dari Ilah (Tuhan), Ahad (Tunggal), KhaliqRabb (Pengatur), dan sebagainya. Muhammad saw pernah bersabda, “Aku adalah Ahmad tanpa (huruf Arab) mim, ‘Arab tanpa ‘ain…” Yaitu Ahad dan Rabb. Banyak peminat mistisisme Kristen pun tertarik dengan sabda ini. Mereka juga tertarik dengan sebuah sabda lain, “Wahai Ali, tiada yang mengenai aku kecuali engkau, tiada yang mengenal engkau kecuali aku. Sekiranya kubeberkan siapa dirimu, niscaya orang-orang akan menyembahmu sebagaimana Nashrani menyembah Yesus.” (Pencipta),

Muhammad saw memiliki keserupaan dengan Adam as. Bahwa Adam as dilahirkan tanpa ayah-ibu, dan malaikat telah menyembah (bersujud) kepadanya, tetapi Iblis enggan menyembahnya, sedangkan Qabil putranya malah menyembah Iblis dan mengkhianati Adam as. (Iblis juga lahir tanpa ayah, tapi dalam kasus sebagai anak zinah.) Mengapa Qabil enggan menyembah Adam as? Karena dia meremehkan Adam as yang sangat tekun menyembah Allah. Muhammad saw pun tidak disembah umatnya karena beliau saw lah yang paling tekun menyembah Allah.

Muhammad saw adalah zhahir yang batinnya adalah Ali bin Abi Thalib as. Sebagian kecil orang menyembah Ali as sebagaimana yang disabdakan oleh Muhammad saw. Tetapi sebagian besar membencinya sebagaimana Yahudi membenci Yesus as.

Diskusi-diskusi ini sangat menarik. Hanya saja, orang-orang perlu memahami—sekali lagi—semangat cinta yang ada di dalam diri-diri Adam as, Kristus as, Muhammad saw, dan Ali as. Apa itu cinta? Itulah yang memancar dari apa yang disebutkan sebagai Ruh Kudus. Sungguh mencengangkan apa yang ditulis oleh Antoane Bara, seorang cendikiawan Kristen, dalam The Saviour (Penerbit Citra, 2007), bahwa al-Husain as cucu Muhammad saw adalah (juga) Ruh Kudus. Bahkan, di akhir zaman, Ruh Kudus akan muncul, yaitu Yesus as bersama-sama dengan al-Mahdi af cucu al-Husain as.

Hingga bulan Maret nanti, kita akan hidup di dalam bulan-bulan Muhammad saw dan Yesus as. Semoga semarak cinta akan memenuhi atmosfer bumi kita. ***

Tidak ada komentar: