Selasa, 01 Januari 2008

Zaman Pengikut Ahli Kitab

Zaman Pengikut Ahli Kitab

Johan Buhori

Mantan Ketua Fraksi PPP DPRD Kota Sorong

AHLI Kitab menjadi sentral rujukan al-Qur’an. Namun, untuk menghidari salah tafsir, terlebih dahulu perlu kita dudukkan al-Qur’an sendiri sebagai sebuah Kitab Suci bersama-sama dengan Taurat, Zabur, dan Injil. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka besar (al-Tsaqalain) yang apabila kalian berpegang kepada keduanya niscaya kalian tidak akan tersesat sepeninggalanku…” Sayangnya, kaum Muslimin terpecah menjadi dua golongan mengenai al-Tsaqalain itu. Ada yang menafsirkan sebagai Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnah Nabi, ada yang berpegang kepada Kitab Allah dan Ahli Bayt Nabi.

Hadits ini sangat kuat, shahih tak terbantahkan. Tsaqal pertama adalah al-Qur’an, tiada bantahan atasnya. Masalahnya pada tsaqal kedua: Sunnah ataukah Ahli Bayt? Kelompok pertama kemudian dikenal sebagai Ahli Sunnah, yang kemudian mencakup kaum Muslimin terbesar, al-Jama’ah, sehingga menjadi Ahli Sunnah wa al-Jama’ah. Kelompok kedua tetap sebagai Ahli Bayt, dan orang-orang yang mengikuti Ahli Bayt dikenal sebagai syi’ah (pengikut Ahli Bayt).

Ada kesalahan presepsi bahwa Ahli Bayt adalah semua anak-cucu keturunan Fathimah Zahra as putri Muhammad saw. Padahal Ahli Bayt dinyatakan di dalam firman, “Sesungguhnya Allah hanyalah berkehendak untuk menbersihkan kalian dari dosa, wahai Ahli Bayt, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.” (QS. al-Ahzab 33:33.) Ikrimah berkata bahwa Ahli Bayt hanyalah para istri Muhammad saw, sedangkan Zaid bin Arqam mengeluarkan para istri dan memasukkan semua Bani Hasyim. Kedua orang ini semata-mata menggunakan pendapat pribadi mereka tanpa merujuk kepada Rasulullah saw dan Ahli Bayt sendiri. Ikramah boleh berkata begitu, tetapi A’isyah istri Rasulullah saw, seorang yang meriwayatkan banyak sekali hadits, tidak pernah mengaku sebagai Ahli Bayt. Zaid boleh berkata begitu, tetapi putra-putra Ja’far bin Abi Thalib, juga Bani Abbas dari Bani Hasyim, tidak pernah mengaku seperti itu.

Sebutan lain di dalam al-Qur’an untuk Ahli Bayt adalah al-Muthahharun (orang-orang yang disucikan untuk menafsirkan Kitab), al-Qubra’ (orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Muhammad saw), Ahl al-Dzikra (orang-orang yang mewarisi Muhammad saw sebagai al-Dzikra’), dan lain-lain. Dalam khutbah al-Ghadir (Jum’at, 18 Dzulhijjah 10 H), Nabi Muhammad saw bersabda, “Aku adalah al-Shirath al-Mustaqim, dan setelahku adalah Ali dan seterusnya dari keturunannya.” Tetapi mengapa Ahli Sunnah melupakannya?

Sejarah lah yang akan membentangkan, tetapi psikologi akan memastikan jawabannya. Ahli Bayt praktis telah dilupakan. Sebagai bukti, bila kita bertanya mengenai Ahli Bayt, maka Ahli Sunnah segera terpecah-belah di dalam menjawabnya. Sebagain dari kalangan dzuriyat (keturunan) Nabi Muhammad saw akan berkata, “Kami adalah Ahli Bayt.” Klaim ini akan segera dipatahkan juga oleh kaum Ahli Sunnah lain yang berkata, “Al-Hasan dan al-Husain telah mati bersama seluruh anak-anak mereka.” Ada juga yang berpendapat bahwa Muhammad saw tidak punya keturunan lelaki. Beraneka cara telah digunakan untuk mendekonstruksi kesucian Ahli Bayt. Setelah itu, barulah tegak hadits bahwa al-Tsaqalain adalah al-Qur’an dan Sunnah. Jadi, madzhab Ahli Sunnah tegak di atas dekonstruksi Ahli Bayt.

Ada juga yang secara elegan mengutip dari aksi kasih-sayang Umar bin al-Khaththab. Ketika Rasulullah saw menjelang wafat meminta untuk dituliskan washiat, Umar berkata, “Sesungguhnya dia sedang sekarat (hajara, mengigau). Al-Qur’an telah berada di sisi kalian. Maka cukuplah bagi kita Kitab Allah.” Diriwayatkan bahwa Umar berkata demikian guna meringankan beban sakit beliau saw. Meskipun demikian, beliau saw mengusir mereka keluar dari dalam biliknya. Diriwayatkan dari kalangan Ahli Bayt bahwa, setelah Umar dan lain-lain keluar, barulah beliau saw menulis washiat yang juga mengenai Kitab Allah dan Ahli Bayt.

***

DALAM konteks pembelajaran dan pewarisan ilmu, Kitab Allah adalah sumber ilmu dan Ahli Kitab adalah orang-orang yang mewarisi ilmu-ilmu Kitab. Dalam konteks ini, ibarat Kitab Kedokteran dan Dokternya, bahwa tidak akan mungkin ujuk-ujuk muncul seorang dokter ahli tanpa belajar dari dokter yang juga ahli, hanya membaca kitab kedokteran saja. Kitab Allah dalam Islam adalah al-Qur’an, dan ahlinya, atau Ahli Kitabnya, adalah Ahli Bayt, yaitu orang-orang dari kalangan keluarga Muhammad saw yang telah disucikan dan diberikan warisan ilmu al-Qur’an. Padanan dari Muhammad saw adalah Musa as dan Yesus as, sedangkan padanan dari Ahli Bayt adalah para pewaris keduanya. Itulah makna sabda beliau saw, “Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya. Siapa yang ingin ilmu, datangilah pintunya.

Setelah Muhammad saw wafat, dan umatnya memperebutkan kekuasaan, seorang Yahudi mendatangi Ali bin Abi Thalib as dari Ahli Bayt dan berkata, “Baru seminggu nabi kalian wafat sedangkan umatnya telah menumpahkan darah memperebutkan kekuasaannya.” Ali as menjawab, “Apa katamu? Sedangkan kalian hampir membunuh Harun dari Ahli Bayt Musa sedangkan Musa baru saja meninggalkan kaumnya selama 40 hari, dan dia belum juga wafat.”

Rasulullah saw bersabda, “Wahai Ali, aku berperang demi turunnya al-Qur’an, sedangkan Anda akan berperang demi tafsirnya.” Ketika Ali as sedang dalam sesak dada akibat penghianatan Mu’awiyah dan kaumnya di perang Siffin, seorang lelaki muncul dari dalam tanah dan berbincang-bincang dengan Ali as. Setelah lelaki itu pergi, Ali as menjawab pertanyaan para muridnya, “Lelaki itu adalah saudaraku Simon (Syam’un) pewaris Yesus. Allah mengutusnya datang untuk menghiburku dari sesak dadaku…” Ketika Yazid putra Mu’awiyah, setelah menyembelih al-Husain as putra Muhammad saw dan Ali as, lalu mempermainkan kepala suci itu, seorang putra Daud as datang membela, dan dia pun syahid dipenggal oleh algojo Yazid.

Oh, sekiranya zaman tidak membunuh manusia-manusia terbaik dari para Ahli Kitab ini, niscaya kehidupan di dunia ini benar-benar menjadi jalan lurus menuju kehidupan langit.

***

TUHAN itu Maha Kuasa lagi Maha Adil. Zaman telah berganti dari zaman pembunuhan Ahli Kitab menjadi zaman pengikut mereka. Pengikut Ahli Kitab kini meneguhkan hujjah-hujjah mereka. Salah satu hujjah adalah hadirnya Yesus as di akhir zaman. Kami telah berdiskusi dengan sebagian dari kalangan Kristiani dan mereka mengakui masih adanya perbedaan pandangan mengenai perkara ini. Tetapi kami bersyukur bahwa di antara mereka ada pula yang bertekad untuk membuka kembali lembaran-lembaran Kitab.

Sesungguhnya kaum Muslimin tidak menolak kehadiran kembali Yesus as ini. Yang terjadi hanyalah sekat-sekat psikologis. Sekat pertama adalah hubungan yang tidak semestinya yang terlanjur terbangun di antara Islam dan Kristen sebagai sesama agama langit. Sekat ini dibangun di atas sejarah kekuasaan dunia yang salah kaprah. Sekat lain adalah warisan sejarah kebencian terhadap Ahli Bayt dimana al-Mahdi af akan hadir sebelum Yesus al-Mashih as.

Kerap orang-orang bertanya, “Mengapa Tuhan harus mengangkat al-Mashih dan menghaibkan al-Mahdi?” Alih-alih cerdas, sesungguhnya ini merupakan pertanyaan takabur. Ali as berkata, “Balaslah takabur dengan takabur.” Maka inilah jawaban balasannya, “Agar kalian tidak membunuh keduanya bersama para pengikut setia mereka…” ***

Tidak ada komentar: