Selasa, 01 Januari 2008

Pembunuhan, Kecaman, dan Pengusutan

Pembunuhan, Kecaman, dan Pengusutan

Abdullah Busthany Isma’ili

Dosen FT-Unamin Sorong, Ketua Umum Madrasah Karbala

BENAZIR Bhutto melengkapi sejarah berdarah keluarganya. Ayah dan saudara-saudaranya juga mati seperti itu di negeri yang mayoritas beragama Islam. Pembunuhan ini bisa sia-sia bagi para pembunuhnya. Kematian itu juga bisa sia-sia bagi yang mati, dalam hal ini keluarga Bhutto. Kecuali… itulah yang ingin saya tuliskan di bawah ini.

Kaum yang Memfitnah Muhammad saw

Tidak perlu lagi kita sebutkan berapa banyak orang membunuh atas nama agama Muhammad saw. Orang seperti Amrozi dikhabarkan punya hubungan dengan Pakistan dan Afghanistan. Mereka tentunya tidak dapat membersihkan diri dari kenyataan bahwa mereka Muslimin, umat Muhammad saw. Laporan terakhir telah mensinyalir bahwa Presiden Pakistan dan al-Qaedah berada di balik pembunuhan Benazir. Kedua pihak ini juga tentunya mengatas-namakan Islam agama Muhammad saw.

Yang tidak sampai ke kita adalah bahwa di kedua negeri itu, pencinta Muhammad saw dan Ahlul Bayt dibunuh oleh al-Qaedah dan kelompok “garis keras”. Masalahnya, apakah Muhammad saw memerintahkan mereka untuk membunuh pencintanya sendiri? Andai keluarga Bhutto itu buruk, maka apakah Tuhannya Muhammad saw tidak sanggup mengenyahkan mereka? Apakah Tuhan membutuhkan tangan-tangan manusia untuk membunuh makhlukNya sendiri? Orang-orang ini telah memfitnah Muhammad saw.

Ini lantaran kebuntuan akal mereka menjangkau kecerdasan Muhammad saw. Mereka terjebak di dalam pertanyaan “mengapa Muhammad saw perlu berperang”? Pertanyaan ini tidak dapat dijawab lantang oleh sebagian kaum Musilimin. Karena itu, fitnah terhadap Muhammad saw terus berlanjut. Maka izinkan saya menjawabnya.

Sesungguhnya, agama Muhammad saw telah selesai begitu beliau saw melakukan Mi’raj. Maksud “selesai”, bagi setiap utusan Tuhan, adalah selesai menerima risalah dan selesai pula menyampaikan kepada penerusnya. Utusan Tuhan bukanlah Presiden atau Kepala Daerah yang menawarkan diri untuk menjadi budak rakyat. Utusan Tuhan tidak punya ikatan dengan kaumnya, mereka cukup menyampaikan risalah dan kemudian kembali kepada Tuhan mereka. Kaum itu harus mencari sendiri risalah itu, dan Tuhan mempermudah pencarian itu dengan menghadirkan penerus utusan. Tetapi yang terjadi adalah justru kaum itu menepis—bahkan membunuh para penerus—hanya karena iri.

Itulah sehingga Muhammad saw perlu memperkenalkan penerusnya kepada kaum-kerabatnya. Tetapi itu belum cukup karena kaumnya melancarkan permusuhan. Dapat dibayangkan betapa lucunya kenyataan berikut ini. Karena pedihnya siksaan yang diterima pengikut Muhammad saw, maka beliau saw memerintahkan sepupunya Ja’far bin Abi Thalib untuk memimpin rombongan hijrah pertama meninggalkan Makkah menuju Etiopia Kristen pimpinan Raja Negus. Namun, Abu Sufyan memerintahkan Amr bin al-Ash untuk pergi memprovokasi Raja Negus agar membunuh seluruh rombongan itu. Setelah Muhammad saw wafat, malah keluarga ja’far yang terlebih dahulu ditimpa musibah: rumah mereka dirampas demi memperluas Masjid Nabi di Madinah! Kemudian, Mu’awiyah putra Abu Sufyan bersama-sama dengan Amr memimpin kaum Muslimin, justru untuk membunuh keluarga Muhammad saw, juga keluarga Ja’far.

Kembali kepada pertanyaan awal: mengapa Muhammad saw harus berperang? Pertama, meneguhkan kedudukan penerus beliau saw dan para pendukungnya. Ja’far adalah orang yang syahid demi menegakkan perintah Muhammad saw: berjuang hingga titik darah penghabisan. (Bandingkan dengan Khalid bin Walid yang tetap hidup karena melarikan diri.) Ja’far adalah kembaran beliau saw dalam rupa dan perangai. Ali as, adik Ja’far, adalah kembaran beliau saw dalam keberanian, ilmu, dan ketaqwaan. Perang sesungguhnya adalah demi meneguhkan bahwa Ali as dan hanya Ali as lah yang layak menjadi penerus Muhammad saw. Tiada hasil dari perang kecuali turunnya hujjah. Hujjah di perang Badar adalah bahwa Ali as lah yang lebih unggul dari semua kerabat Muhammad saw. Di perang Uhud turun hujjah, “Ali berasal dariku, dan aku (Muhammad) berasal dari Ali.” Di perang Ahzab turun hujjah, “Ali lah pembelah surga dan neraka.” Tapi hujjah-hujjah ini luput dari akal manusia—maka perang pun berlanjut.

Kedua, perang adalah demi membunuh Abu Sufyan, Mu’awiyah, Amr bin al-Ash, dan lain-lain, orang-orang yang akan menimbulkan fitnah terhadap Muhammad saw. Sesungguhnya mereka jua lah penyebab perang itu sendiri. Di sisi beliau saw ada orang-orang munafiq (QS. 9:98, 101), dan karena itu beliau saw dikecam. Mengapa beliau saw tidak membunuhnya? Sebab, kata orang sekarang, “Maling teriak maling.”

Kecaman “Maling teriak maling”

Pemerintah Indonesia dan sejumlah pemimpin ormas Islam mengecam pembunuhan Benazir. Khawatir saya, “maling teriak maling”. Tak ada gunanya Presiden SBY menghimbau TNI untuk melindungi para tokoh nasional. Mengapa? Jawab dahulu, “Siapa yang melindungi Munir, Theys, dan Bung Karno?” Siapa yang harus melindungi jama’ah Ahmadiyah? Yang saya tahu, Ahmadiyah ada sejak kemerdekaan, dan banyak intelektual kita belajar dari mereka. Pencinta Muhammad saw dan Ahlul Bayt diusir dari Bangil. Yang saya tahu, banyak pencinta inilah yang mati demi kemerdekaan kita.

Bila pertanyaan-pertanyaan di atas tidak dijawab, maka, boleh jadi, banyak anak bangsa ini akan menerima nasib seperti keluarga Bhutto di tangan bangsanya sendiri. “Logika” Bangil pun dapat diterapkan untuk mengusir kami dari Papua.

Pengusutan dengan Akal dan Hati

Pasca pembunuhan adalah pengusutan. Dan, yakinlah, bahwa pengusutan atas Benazir, juga Munir dan lain-lain, tidak akan pernah tuntas. Mengapa? Siapa Benazir, Munir, Aquino, dan lain-lain bila dibanding dengan Yesus as? Siapa pembunuh beliau as? Siapa pembunuh al-Husain as cucu Muhammad saw? Orang hanya sibuk mengusut pembunuhan tanpa sama sekali ingin mengusut secara tuntas atas diri Yesus as, al-Husain as, Fathimah as putri Muhammad saw, dan para kekasih Tuhan lainnya. Sejumlah orang hanya berdalil, “Lupakan, itu urusan masa lalu.” Juga khalifah Utsman bin Affan yang dibunuh, jenazahnya diseret, tidak dimandikan, tidak dishalatkan, tidak dikuburkan.

Siapa pula pembunuh Muhammad saw? Ada yang terkejut, “Lho, emangnya beliau saw dibunuh?” Dan marah. Ya, ideologi “lupa” hanya menyisakan keterkejutan dan marah, bukannya tangisan dan air mata. Dan, pencinta Muhammad saw dan Yesus as, karena saking cintanya, lalu bertanya demikian, malah menjadi sasaran kemarahan.

Satu-satunya cara untuk menuntaskan suatu pengusutan hanyalah dengan akal dan hati (cinta). Dan inilah yang sebenar-benarnya disebut pahala kebajikan. ***

Tidak ada komentar: